Konservatisme
pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga
dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua atau dan
mapan), didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan,
sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif. Sejalan dengan itu, di
tingkat politis, orang-orang konservatif cukup mewakili dalam tulisan-tulisan
para tokoh seperti Edmund Burke, James Madison, dan para penulis The Federalis Paper.
Dalam
dunia pendidikan seorang konservatif beranggapan bahwa sasaran utama sekolah
adalah pelestarian dan penerusan pola-pola sosial serta tradisi-tradisi yang
sudah mapan. Ada dua ungkapan dasar konservatif dalam pendidikan. Yang pertama
adalah konservatisme pendidikan religius, yang memnekankan peran sentral
pelatihan rohaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang tepat. Yang
kedua adalah konservatisme pendidikan sekular, yang memusatkan perhatiannya
pada perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan
praktik-praktik yang sudah ada, sebagai cara untuk menjamin pertahanan hidup
secara sosial serta efektivitas secara kuat oleh orientasi pendidikan yang
bersifat lebih Al-kitabiah dan Evangelis (mendakwahkan agama) yang secara
teologis jelas-jelas kurang liberal jika dibandingkan dengan berbagai aliran
utama.
Ideologi mendasar
konservatisme pendidikan adalah (dengan tanpa membedakan antara konservatisme
sekular dan teologis)
Ø Tujuan Pendidikan Secara
Keseluruhan
Tujuan utama pendidikan adalah untuk
melestarikan dan menyalurkan pola-pola perilaku sosial konvensional.
Ø Sasaran-sasaran Sekolah
Sekolah diadakan karena dua alasan:
1) Untuk
mendorong tentang pemahaman dan penghargaan terhadap lembaga-lembaga,
tradisi-tradisi, proses-proses budaya yang telah teruji oleh waktu, termasuk
rasa hormat yang mendalam terhadap hukum dan tatanan.
2) Untuk
menyalur dan menanamkan informasi serta keperluan informasi yang diperlukan
supaya berhasil di dalam tatanan sosial yang ada.
Ø Ciri-ciri umum Konservatisme Pendidikan
1) Menganggap
bahawa nilai dasar pengetahuan ada pada kegunaan sosialnya, bahwa pengetahuan
adalah sebuah cara untuk mengajukan nila-nilai sosial yang mapan
2) Menekankan
peran manusia sebagai warganegara; manusia dalam perannya sebagai anggota
sebuah negara yang mapan.
3) Menekankan
penyesuaian diri bernalar; menyandarkan diri pada jawaban-jawaban terbaik dari
masa silam sebagai tuntunan yang paling bisa dipercaya untuk memandu tindakan
di masa kini.
4) Memandang
pendidikan sebagai sebuah pembelajaran (sosialsasi) nilai-nilai sistem yang
mapan.
5) Menganggap
bahwa wewenang intelektual tertinggi adalah budaya dominan dengan segenap sistem keyakinan dan perilaku yang
mapan
Ø Anak sebagai Pelajar
Siswa memerlukan bimbingan yang ketat
serta pengarahan yang jelas ia menjadi terbelajarkan (tersosialisasikan) secara
efektif sebagai seorang warga negara yang bertanggung jawab.
Anak-anak secara moral setara di dalam
sebuah dunia kesempatan-kesempatan di dalam dunia objektif yang tak setara;
mereka harus memiliki kesempatan setara untuk mengejar sejumlah ganjaran
terbatas yang tersedia. Namun keberhasilan musti dikondisikan berdasarkan
prestasi kebaikan personal.
Seorang anak pada intinya menentukan
nasibnya sendiri; ia memiliki kehendak bebas personal dalam arti yang
tradisional.
Ø Administrasi dan Pengendalian
Wewenang pendidikan musti ditanamkan
dalam diri para pendidikan profesional yang matang serta bertanggung jawab yang
memiliki rasa hormat yang mendalam terhadap proses yang telah ditetapkan dalam
yang cukup bijksana untuk menghndari perubahan-perubahan yang berlebih-lebihan
dalam menanggapi tuntunan masyarakat luas.
Wewenang guru mesti didasarkan pada
peran dan status sosial yang dimilikinya.
Ø Hakikat Kurikulum
a) Sekolah
mesti melakukan pembelajaran politis, melatih siswa untuk menjadi warga negara
yang baik.
b) Sekolah
harus memperhatikan pada pengkondisian sosial membantu siswa untuk mencapai
pemenuhan nilai-nilai budaya konvensional.
c) Penekanan
harus diletakkan pada keterampilan-keterampilan dasar, pengetahuan praktis dan
pelatihan watak.
d) Mata
pelajaran apa saja yang diajarkan harus diarahkan sepenuhnya.
Ø Metode-metode Pengajaran dan Penilaian Hasil Belajar
1) Harus
ada penyesuaian praktis antara tatacara-tatacara di ruang kelas yang
tradisional dengan progresif, sang guru mesti menggunakan metode apapun yang
paling efektif dalam meningkatkan kegiatan belajar namun ia harus lebih
cenderung ke arah menyesuaikan tatacara-tatacara tradisonal dengan cara-cara
baru seperti misalnya peragaan, studi lapangan, penelitian di laboratorium, dan
sejenisnya.
2) Pendisiplinan
jasmani dan mental (lewat baris-berbaris, berhitung di luar kepala, menghafal,
dan sebagainya) adalah cara terbaik untuk memapankan kebiasaan yang tepat di
tingkat-tingkat pendidikan yang lebih rendah; namun harus dikembangkan ke arah
pendekatan-pendekatan yang lebih terbuka dan lebih intelektual (misalnya
ceramah dan diskusi terarahI di tahap-tahap pendidikan lanjut; hapalan dan
belajar secara otomatis adalah perlu.
3) Yang
terbaik adalah belajar ditentukan dan dirahkan oleh guru. Namun para siswa
mesti diijinkan berperan serta dalam aspek-aspek yang kurang penting dalam
perencanaan pendidikan.
4) Sang
guru harus dipandang sebagai seorang pakar ‘penyuntik’ pengetahuan serta
keterampilan-keterampilan khusus.
Ø Kendali di Ruang Kelas
Siswa-siswi harus menjadi warga negara
yang baik dalam ranah pandangan budaya dominan mengenai kewarganegaraan yang
baik dan perilaku yang baik.
Pada guru secara umum harus bersifat non-permisif,
tidak membolehkan segala hal dalam tatacara-tatacara memegang kendali di ruang
kelas. Namun wewenang guru mesti disisipi dengan penalaran. Pendidikan moral
(pelatihan watak) adalah satu dari aspek-aspek penting persekolahan.
Liberalisme Pendidikan
Bagi
seorang pendidik liberal, tujuan jangka panjang pendidikan adalah untuk
melestarikan dengan memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar
setiap siswa sebagaimana caranya menghadapi persoalan-persoalan dalam
kehidupannya sendiri secara efektif. Liberalisme pendidikan ini berbeda-beda
dalam intensitasnya, dari yang relatif lunak, yakni secara liberalisme metodis
yang diajukan oleh teoretisi seperti Maria Montessori, ke liberalisme direktf (Liberalisme yang bersifat mengarahkan) yang
barangkali paling sarat dengan muatan filosofi John Dewey hingga liberalisme
nondirektif, atau ‘liberalisme laissez
faire’ (liberalisme tanpa pengarahan) yang merupakan sudut pandang A.S Neil
atau Carl Rogers.
Beberapa
landasan pendidikan Liberal (O’neill, 2002:352-354) yaitu:
1)
Seluruh kegiatan belajar bersifat
relatif terhadap sifat-sifat dan isi pengalaman personal. Pengalaman personal melahirkan
pengetahuan personal, dan seluruh pengetahuan personal dengan demikian
merupakan keluaran dari pengalamn/perilaku personal sehubung dengan sejumlah
kondisi objekti tertentu. (inilah prinsip dasar relatifisme psikologis)
2)
Begitu subjektifitas (yakni sebuah rasa
kesadaran personal yang diniatkan, yang semakin berkembang ke arah sebuah
sistem diri mekar secara penuh, atau sisebut juga ‘kepribadian’) muncul dari
proses-proses perkembangan personal, seluruh tindakan belajar yang punya arti
bahwa ia sebagian besar diatur oleh volisonal, dan karenanya merupakan
perhatian yang bersifat pilih-pilih atau selektif. (landasan subjektifisme)
3)
Seluruh kegiatan belajar pada puncaknya
mengakar pada keterlibatan dalam pengertian-inderawi yang aktif. (ini adalah
landasan berbagai prinsip filosofis yang terkait dengan empirisme,
behaviorisme, matrealisme, dan empiresme biologis)
4)
Seluruh kegiatan belajar pada dasarnya
merupakan proses pengujian gagasan-gagasan, dalam situasi-situasi pemecahan
masalah secara praktis. (prinsip dasar pragmatisme dan instrumentalisme).
5)
Berdasarkan kondisi-kondisi yang
dipaparkan di atas, seorang anak dengan potensi rata-rata dapat menjadi efektif
secara personal sekaligus bertanggung jawab seecara sosial. Kecerdasan praktis
terlatih, yang dipandang sebagai tujuan sosial, dapat menjadi dasar bagi
lingkaran sinergisme positif sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, dan karena
itu kecerdasan praktis yang telah mengabsahkan adanya sikap optimis sehubungan
dengan kemampuan manusia untuk mengatur dirinya sendiri secara cerdas.
Ideologi
mendasar liberalisme pendidikan dengan demikian dapat diuraikan sebagai
berikut.
·
Tujuan
Pendidikan Secara Keseluruhan
Tujuan utama pendidikan adalah untuk
mempromosikan perilaku personal yang efektif.
·
Sasaran-sasaran
Sekolah
Sekolah ada lantaran dua alasan
mendasar:
1) Menyediakan
informasi dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan oleh siswa untuk
belajar secara efektif bagi dirinya sendiri.
2) Untuk
mengajar para siswa bagaimana cara memcahkan masalah praktis lewat penerapan
tatacara-tatacara penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok yang
didasarkan pada metode-metode ilmiah-rasional.
·
Ciri-ciri
Umum Liberalisme Pendidikan
1) Menganggap
bahwa pengetahuan terutama berfungsi sebagai sebuah alat untuk digunakan dalam
pemecahaan masalah secara praktis, bahwa pengetahuan adalah sebuah jalan ke
arah tujuan berupa perilaku efektif dalam menangani situasi sehari-hari.
2) Menekankan
kepribadian unik dalam diri tiap individu, atau ketungalan (singularitas)
setiap pribadi sebagai sebuah pribadi.
3) Menekankan
pemikiran efektif (kecerdasan praktis), mengarahkan perhatian utamanya kepada
kemampuan setiap individu untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan personalnya sendiri secara efektif.
4) Memandang
pendidikan sebagai perkembangan dari keefektivan personal.
5)
Menganggap bahwa wewenang
intelektual tertinggi terletak pada pengetahuan yang diperoleh dari pembuktian
eksperimental dan/atau tatacara-tatacara pengembalian keputusan secara
demokratis
·
Anak
Sebagai Pelajar
Seorang anak pada umumnya cenderung
untuk menjadi baik (yakni, untuk menginginkan/melakukan tindakan yang efektif
dan tercerahkan) berdasarkan konsekuensi-konsekuensi alamiah dari perilakunya
sendiri yang terus berkelanjutan
Perbedaaan-perbedaan individual lebih
penting ketimbang persamaan-persamaannya, dan perbedaan-perbedaaan itu bersifat
menentukan (determinatif) dalam penetapan program-program pendidikan.
Anak-anak secara moral setara, dan
mereka mesti memiliki kesetaraan kesempatan untuk berjuang demi
ganjaran-ganjaran sosial pada dasrnya disetarakan (dibagikan merata).
Kedirian (kepribadian) tumbuh dari
pengkondisian sosial, dan diri yang bersifat sosial itu menjadi dasar bagi
seluruh penetuan ‘diri’ selanjutnya: si anak adalah ‘bebas’ hanya di dalam
konteks determinisme sosial dan psikologis.
·
Administrasi
dan Pengendalian Pendidikan
Wewenang pendidikan harus ditanamkan di
tangan para pendidik yang telah memperoleh latihan tingkat tinggi, yang
memiliki komitmen terhadap proses penyelidikan kritis dan yang mampu membuat
perubahan-perubahan yang diperlukan sehubungan dengan informasi baru yang
relevan.
Wewenang guru harus didasarkan terutama
pada keterampilan-keterampilan yang dimilikinya dalam bidang pendidikan.
·
Sifat-sifat
Hakiki Kurikulum
1) Sekolah
harus menekankan keefektifan personal, melatih anak untuk menyesuaikan diri
secara efektif dengan tuntutan-tuntutan situasinya sendiri sebagaimana ia memahami
situasi tersebut.
2) Sekolah
mesti menekankan pemecahan masalah secara praktis
3) Penekanan
harus diletakkan pada tatacara-tatacara penyelesaian masalah secara praktis.
4) Pelajaran
harus bersifat ditentukan lebih dulu/wajib sekaligus pilihan, dengan penekanan
yang kira-kira seimbang/sama besar.
5) Penekanan
harus diletakkan pada yang bersifat intelektual dan praktis melebihi yang
akedemik.
·
Metode-metode
Pengajaran dan Penilaian Hasil Penilaian Belajar
Guru harus menyandarkan diri terutama
pada tatacara pemecahan masalah secara individual maupun kelompok yang
diterapkan pada persoalan-persoalan yang dikenali berdasarkan minat-minat
personal para siswa sendiri, penekanan harus diletakkan pada tatacara-tatacara
di ruang kelas yang lebih terbuka dan bersifat eksperimental.
Sang guru mesti dipandang sebagai
pengorganisir dan penuntun kegiatan-kgiatan dan pengalaman-pengalaman belajar.
Ujian yang didasarkan pada peragaan aktif (simulasi) yang bersifat praktis di
kelas dalam situasi-situasi yang mirip dengan kehidupan cenderung lebih baik
ketimbang ujian biasa lewat kertas dan pensil.
Persaingan antar pribadi serta
penjenjangan atau penyusunan peringkat nilai siswa harus diminamilisir dan/atau
dilenyapkan sama sekali karena yang seperti itu menyuburkan sikap-sikap buruk
dan motivasi diri siswa.
Penekanan mesti diletakkan pada yang
bersifat efektif (motivasi), yang membentuk dasar bagi yang kognitif;
landasan-landasn inderawi, daya tangkap dan motorik-emosional juga penting
artinya bagi kegiatan belajar.
·
Kendali
Ruang Kelas
Para siswa harus dianggap bertanggung
jawab atas tindakan-tindakan mereka sendiri dalam arti seketika, namun haruslah
diakui bahwa pertanggungjawaban siswa pada puncaknya tidak dapat dituntut dalam
ranah konsep tradisional apapun tentang ‘kehendak bebas’.
Para guru secara umum harus bersifat
demokratis dan objektif dalam menentukan tolok ukur tingkah laku; ia harus
meminta nasihat/usulan dan persetujuan siswa dalam memapankan aturan-aturan
tentang perilaku di dalam kelas.
Lantaran tindakan bermoral pada puncaknya
adalah tindakan paling cerdas yang tersedia dalam situasi khusus yang manapun
juga, maka pendidikan moral (pelatihan watak) pastilah merupakan keluaran
sampingan dari tindakakan guru membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya
untuk memecahkan masalah secara efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar